Saya mengirimkan pesan singkat lewat layanan SMS begitu membuka mata pagi ini. Sampai saya menuliskan ini, lelaki yang usianya sudah mencapai kepala enam itu belum juga membalas. Ini hari sabtu, Papa pasti sedang bermain tenis.
Papa adalah sosok ibu yang saya kenal. Ia menjalankan peran ganda itu dengan tidak sempurna. Iya, tidak sempurna. Tetapi, buat saya dan saudara-saudara saya, itu sudah lebih dari cukup. Saya tak ingin lebih. Saya tak menuntut ia juga memaksakan diri.
Kami tak pernah peduli omongan orang. Mereka bilang kami tumbuh tak sempurna tanpa ibu. Papa bilang kami istimewa karena bisa melakukan semua yang terbaik tanpa harus terjebak dalam konsep ‘sempurna’ yang diamini sebagian besar orang. Bahwa keluarga harus ada ayah dan ibu. Semuanya bisa memainkan peran itu. Kami hanya menjalankan peran keluarga sebagaimana yang kami tahu tanpa mengenal kelamin. Papa saya adalah orang pertama yang mengajarkan kesetaraan gender itu kepada saya.
‘Ini bukan pekara kamu laki-laki atau perempuan. Ini tanggung jawab kita bersama sebagai satu keluarga,’ katanya.